Minggu, 23 November 2014

PERSPEKTIF-PERSPEKTIF PENELITIAN DALAM AKUNTANSI

PERSPEKTIF-PERSPEKTIF PENELITIAN DALAM AKUNTANSI



RESUME
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Teori Akuntansi
yang dibina oleh Bapak Eka Ananta Sidharta


Oleh :
Citra Misbachatul Chomaroh         (120422425921)
Erna Sriutami                                  (120422403181)
Retno Gesti Rahayu                        (120422425927)



Description: Logo UM.jpeg
 








UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
Nopember 2014


PERSPEKTIF PENELITI-PENELITI AKUNTANSI
1.      Perolehan ilmu akuntansi
Pada dasarnya kita mulai memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman konkret yang kita alami. Keunikan dari beberapa peristiwa, ritual atau fenomena mengarahkan kita untuk meningkatkan pengamatan dan pemikiran yang kita lakukan atas apa yang sedang terjadi. Mengajarkan kita, jika kita  cukup termotivasi, untuk menciptakan hipotesis dalam bentuk konsep-konsep abstrak dan generalisasi. Hal ini menggerakkan kita untuk menguji hipotesis-hipotesis tadi, untuk memahami implikasi yang dihasilkan oleh konsep tersebut pada situasi-situasi baru dan sebagai proses untuk memperhalus pengetahuan yang kita peroleh. Hal di atas sebenarnya menggambarkan proses yang menjelaskan perolehan suatu ilmu akuntansi, yang berangkat dari fakta-fakta tertentu (diamati atau ditemukan) berlanjut ke hipotesis-hipotesis
tertentu lalu ke teori-teori umum hingga ke hukum umum yang diamati atau ditemukan. Akan tetapi, model ini tidak membuat suatu perbedaan antara proses perolehan ilmu pengetahuan, metodologinya, dan epistemologinya.
Pengetahuan terbagi tiga jenis.
a)    Pengetahuan-bahwa atau pengetahuan faktual
b)    Pengetahuan-dari atau pengetahuan bedasarkan perkenalan atau pengetahuan berdasarkan pengalaman, dan
c)    Pengetahuan-bagaimana (Knowledge-How)
Model dan Kolb et al juga digunakan oleh Roy Payne unuk mengintruksikan perannya di dalam proses perolehan ilmu pengetahuan. Tahap pertama, dari pengalaman sampai ke pemngamatan dan pemikiran, menghasilkan suatu “pengetahuan-dai” atau pengetahuan pribadi. Tahap kedua, dari pengamatan dan pemikiran dan pemikiran sampai ke pembuatan teori abstrak, menghasilkan suatu “pengetahuan bahwa” Metodologi yang kita pergunakan untuk bergerak dari pemikiran abstrak sampai ke pengujian dan percobaan menghasilkan suatu “pengetahuan-bagaimana” tahap akhir, dari pengujian dan percobaan sampai ke pengalaman, menghasilkan suatu “pengetahuan-bahwa” secara praktik. Kesemuanya merupakan suatu proses total yang beranjak dari infoemasi, ilmu pengetahuan metodologi dan kebijakan.

2.      Klasifikasi penelitian-peelitian akuntansi
Keragaman ilmu pengetahuan dan proses memperoleh pengetahuan mengarah ke adanya kebutuhan untuk mengklasifikasikan ilmu pada umumnya dan peneliti akuntansi pada khususnya. Terdapat berbagai kemungkinan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan para peneliti secara umum termasuk tripologi dari Liam Hudsom, Gerald Gordon, survei oleh Mitroff mengenai para Ilmuan Apollo, Abraham Maslow dan C.G. Jung. Akan tetapi, tripologi dari C.G. Jung sepertinya yang paling bermanfaat di dalam mengklasifikasi peneliti secara umum dan peneliti akuntansi secara khusus.
Pada dasarnya, Jung mengklasifikasikannya individual berdasarkan atas cara mereka menerima informasi, baik melalui sensasi atau intuisi dan cara mereka menerima keputusan, baik melalui pemikiran ataupun perasaan. Di bawah ini adalah definisi komponen-komponen dimensi jung:
Sensi mencagkup penerimaan informasi melalui indra-indra, dengan berfokus pada detail, menekankan pada hal-ha yang terjadi di saat waktu kimi dan praktis. Sedangkan sebaliknya, intuisi melibatkan masukan informasi melalui imajinasi, menekankan keseluruhan atau Gestalt, berkutat dalam idealisme, dalam kemungkinan-kemungkinan hipotetis, dan memiliki kepentingan dalam jangka panjang. Pemikian berkepentingan dengan penggunaan pertimbangan yang bersifat impersonal dan formal untuk mengembangkan penjelasan-penjelasan menurut istilah ilmiah, teknis dan teoritis. Sedangkan di sisi lain, perasaan, berhubungan dengan pencapaian suatu keputusan berdasarkan atas pertimbangan yang bernilai tinggi dan berfokus pada nilai-nilai kemanusiaan, moral dan masalah-masalah etika.
Bentuk-bentuk ilmu pengetahuan dan siklus pembelajaran
1.         Pengindraan-pemikiran
2.         Pengindra-perasaan
3.         Perasaan-intuisi
4.         Pemikiran-intuisi
Tripologi ini digunakan oleh Mitroff dan Kilman untuk menghasilkan klasifikasi para peneliti
·            Ilmu Abstrak
·            Teoretikus Konseptual
·            Humanis Konseptual
·            Humanis Khusus
Ilmu Abstrak, seseorang yang menggunakan indranya dan berfikir, dimotivasi oleh penyelidikan yang menggunkan metodologi dan logika yang saksama, dengan fokus pada kepasian, keakuratan dan keadalan, serta bergantung pada sebuah paradigma konsisten yang sederhana dan terdefinisikan dengan baik.
Teorikus Konseptual, seseorang yang berfikir dan berintuisi, mencoba untuk memberikan banyak penjelasan atau hipotesis untuk fenomena yang terjadi dengan berfokus pada penemuan dan bukan pengujian.
Humanis Khusus, seseorang yang menggunakan indra dan perasaannya, berkepentingan dengan keunikan dari individu manusia secara khusus. Setiap orang memiliki arti yang unik daripada suatu akhir teoritis yang abstrak.
Humanis Konseptual, seseorang yang menggunkan intuisi dan perasaanya, berfokus pada kesejahteraan manusia yang mengarahkan oenyelidikan pribadinya ke arah kebaikan dari umat manusia semua

PERSPEKTIF METODOLOGI AKUNTANSI: IDEOGRAFI VERSUSU NOMOTESIS
Pandangan yang telah diterima secara luas akan peran dari penelitian akuntansi adalah bahwa ia berfungsi untuk:
Menyusun hukum-hukum umum yang melingkupi perilaku dari peristiwa-peristiwa atau objek-objek empiris yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tersebut, dan karenannya memungkinkan kita menyatukan pengetahuan yang kita miliki dari peristiwa-peristiwa yang diketahui secara terpisah dan untuk membuat prediksi yang dapat diandalkan akan pristiwa-peristiwa yang mmasih belum diketahui.
Untuk mengetahui fungsi di atas, model ilmu engetahuan alam, termasuk pengambilan sampel yang cermat, pengukuran yang akurat, secara perancangan dan analisis yang baik dari hipotesis-hipotesis yang didukung oleh teori, secara umum dipergunakan sebagai model yang mendukung suatu penelitian yang baik. Hal tersebut di atas kini mendapat penolakan, yang mengarah kepada timblnya perdebatan metodologi ideografis versus nomotesis.
Debat ini tetap terjadi selama bertahun-tahun, kadang kala dengan penamaan lain seperti “penelitian kualitatif versus kuatitatif” atau “penyelidikan dari dalam versus penyelidikan dari luar”. Perbedaan antara nomotesis dan ideografis tumbuh dari perbedaan-perbedaan yang terjadi pada asumsi yang mendasari ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Pendekatan subjectif dari ilmu sosial menonjolkan sebuah asumsi nominalisme untuk onologi, suatu asumsi antipositivisme bagi epistemologi, sebuah asumsi voluntarisme dari sifat manusia dan akhirnya, suatu asumsi ideografis bagi metodologi. Sedangkan pendekatan objektif menonjolkan suatu ontologi nomotetis.
Kedua pendekatan-nomotesis versus ideografi, atau penyelidikan dari luar versus penyelidikan dari dalam-berbeda jika dilihat dari segi cara penyelidikannya, Metode ideografis tertarik untuk mengetahui kekhusussan sebagai salah satu persyaratan praktis, yang merupakan “pengetahuan mengenai bagaimana untuk bertindak dengan tepat dalam berbagai jenis situasi khusus.”  Metode nomotetis tertarik dengan pengembangan teori pegetahuan universal.
Perbedaan antara dua cara penyelidikan di atas akan palig tepat diterjemahakan ke dalam bahasa lain dengan menggunakan dua kata kerja terpisah untuk membedakan dua cara untuk mengetahui sesuatu: pengetahuan mengenai dan perkenalan dengan Bahasa Prancis menggunakan kata savoir dan connaitre; bahasa jerman menggunakan kata wissen dan kennen dan dalam bahasa latin disebut seirre dan nosere.
Meskipun kedua pendekatan tersebut diperbolehkan dalam literatur, bukan suau hal yang berlebihan jika dinyatakan bahwa pendekatan nomotesis telah mendominasi penelitian di bidang akuntansi dengan pencarian hukum-hukum umum, variabel-variabel universal dan sejumlah besar subjek yang dilakukan. Yang menjadi permasalahan selama ini adalah ketelitian metodologis, akurasi, dan kridibilitas, bahkan meskipun ia sering kali tidak relevan dengan kenyataan organisasi dan akuntansi yang ada. Para peneliti akuntansi hendaknya memperhatikan semakin banyaknya keberatan yang muncul dan ditujukan bagi ilmu pengetahuan alam pada khususnya dan nomotesis pada umumnya. Sebagai ontoh, Orlando Behling mengemukakan akan lima sasaran kunci dari penggunkan model ilmu pengetahuan alam yang digunakan dalam penelitian ilmu sosial dan dapat diterapkan dalam penelitian akuntansi yaitu:
1.    Keunikan. Setiap organisasi, kelompok dan manusia kesemuanya pada tingkat tertentu akan memiliki perbedaan satu sama lain. Jadi pengembangan hukum umum yang benar presisi dalam perilaku organisasi adalah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan.
2.    Ketidakstabilan. Fenomena ketertarikan dari pada peneliti terhadap perilaku organisasiunal dan teori organisasi sifatnya fana. Tidak hanya “fakta” dari peristiwa-peristiwa sosial akan berubah seiring dengan waku, namun “hukum-hukum” yang mengaturnya pun ikut mengalami perubahan. Penelitian ilmu alam kurang mampu untuk menangkap fenomena yang berubah sedemikian cepat.
3.    Sensitivitas. Tidak seperti senyawa-senyawa kimi dan hal-hal lain yang menjadi perhatian dari para peneliti ilmu alam. Orang-orang yang menyusun organisasi, artinya adalah organisasi itu sendiri, akan dapat berperilaku secara berbeda jika mereka mengetahui akan adanya hipotesis-hipotesis penelitian mengenai mereka.
4.    Kurang sesuai dengan kenyataan. Variabel-variabel yang memanipulasi dan mengendalikan di dalam penelitian organisasional mengubah fenomena yang sedang dipelajari. Oleh karenanya para peneliti tidak dapat meyamarkan kenyataan dengan studi-studi yang mereka lakukan karena fenomena yang mereka amati pasti akan berbeda lawannya di dunia nyata.
5.    Perbedaan epistemologis. Meskipun memahami penyebab dan dampak melalui penelitian ilmu alam adalah suatu cara yang tepat untuk “mengetahui” fenomena-enomena fisik, terhadap jenis “pengetahuan” lain yang tidak dapat disentuh oleh pendekatan ini dan merupakan suatu hal yang lebih penting bagi perilaku organisasional dan teori organisasional.
Luthans dan Davis mempertanyakan “asumsi kesamaan” yang diterapkan oleh nomtesis, yaitu pemeriksaan secara selektif atas banyak subjek menurut asumsi teoritis interaktif dari perilaku-orang-linhkungan, dari orang yang nyata berinteraksi dengan organisasi yang nyata, ideografi diusulkan sebagai suatu pendekatan yang bermanfaat dengan menggunakan rancangan eksperimental kasus tunggal yang intensif dan ukuran pengamatan secara langsung.
Yang menjadi hal utama bagi suatu bagian pendekatan ideografis terhadap studi-studi perilaku organisasional interaktif di dalam suatu lingkungan yang alami yang dimaksudkan untuk memeriksa dan menarik kesimpulan dan menguji hipotesis-hipotesis spesifik adalah rancangan eksperimental kasus tunggal yang insentif dan metode-metode langsung seperti pengamatan partisipan yang sistematis. Ketika telah dipahami dan diperiksa dengan mendalam, ternayata rancangan dan metode-metode ini dapat bertahan dengan sama baikya terhadap kriteria evaluatif yang sama bagi peneliti ilmiah yangsaat ini sedang digunakan oleh para peneliti ilmiah yang saat ini sedang digunakan oleh para peneliti berbasis nomotetis.
Di antara metodologi-metodologi kuantitatif atau ideografis yang digunakan, etnografi dan fenomenologi telah mendapatkan posisi yang kuat. Etnografi digunaan oleh para antropologis yang melibatkan mereka di dalam kenyataan orang lain. Metodologi ini telah mencapai tingat paradigma:
Etnologi pradigma dimulai ketika pengamat, yang telah telah terlatih atau familiar dengan pendekatan antropologis, turun dari kapal, kereta api, pesawat, subwway atau bus dengan persiapan untuk tinggal selama waktu yang lama dengan kopor yang penuh dengan buku-buku catatan kosong, alat perekan, dan sebuah kamera. Etnografi paradigmatis berakhir ketika sejumlah besar data yang telah dicatat, di-fail, disimpan, dicek dan dicek ulang disusun menurut satu atau beberapa gaya interpretasi dan diterbitkan untuk para audiensi ilmiah ataupun umum.
Para peneliti di bidang akuntansi yang tertarik dengan metode etnografis seharusnya memiliki keterlibatan langsung yang terus-menerus dan berlangsung lama dalam lingkungan organisasional yang sedang diteliti. Mereka membutuhan pengamatan lapangan untuk melihat struktur di dalam dan juga perilaku di permukaan dari mereka-mereka yang berbeda di dalam organisasi trsebut. Menurut ulassan John Van Maanen, mereka perlu:
1.    Memisahkan konsep-konsep urutan pertama atau fakta-fakta dari suatu penyelidikan etnografis dan konsep-konsep urutan edua atau teori-teori yang digunakan oleh seorang analis untuk menyusun dan menjelaskan fakta-fakta yersebut;
2.    Membedakan antara data penyaji yang mendokumentasian “aliran percakapan dan aktivitas spontan yang terjadi dan diamati oleh etnografer ketika sedang berada di lapangan” dan data penyajian yang “berhubungan dengan tampilan-tampilan yang oleh para informan berusaha untuk dijaga di mata pekerja lapangan, pihak luar dan pihak asing secara umum, rekan-rekan sekerja, teman sejawat yang dekat dan akrab, dan sampai beberapa tingkat tertentu, dari mereka sendiri.
3.    Secara terus-menerus menilai kebenaran dari informasi lisan untuk mengungkapkan kebonhongan area-area yang tidak diketahui, dan beragam asumsi-asumsi yang diterima begitu saja.
Fenomonologi memiliki skala yang lebih luas daripada pengamatan partisipan dan etnografi dengan menekankan pada pencarian kenyataan seperti yang “telah ada” di dalam struktur kesadaran universal bagi umat manusia. Hermert Spiegelberg menguraikan tujuh langkah dari fenomenologi berikut ini untuk memandu para peneliti:
a)      Menyelidiki fenomena tertentu
b)      Menyelidiki ensensi ese
c)      Memahami hubungan penting yang terjadi di antara esensi-esensi
d)     Mengamati cara-cara penampilan
e)      Mengamati konstitusi fenomena dalam kesadaran
f)       Menunda untuk mempercayai eksistensi dari fenomena
g)      Menginterpretasikan arti dari fenomena
Meskipun perdebatan mengenai ideografi versus nomotesis akan terus berlangsung di berbagai literatur ilmu-ilmu sosial, terbentuk suatu pemikiran khusus yang merekomendasikan digunakannya banyak metode. Hal ini secara umum dijabarkan sebagai metodologi konvergen, multimetode, validasi konvergen, atau apa yang telah disebut sebagai “triangulasi”. Bahkan, orang yang mengawali berdebatan ini, Allport, mengemukakan bahwa metode0metode ideogrfis dan nomotesis telah “saling mengerjakan hal yang sama dan memberikan keyakinan yang lebih tinggi akan hasil yang diperoleh, (2) membantu untuk menyingkapkan dimensi yang menyimpang atau di luar kuadrat dari sebuah fenomena, (3) mengarah pada terjadinya sintesa atau integrasi teori-teori dan (4) menjadi suatu tes yang sangat penting.
Suatu garis yang menghubungkan semua manfaat ini adalah peran penting yang diminkan oleh metode kualitatif dalam triangulasi. Penelitian yang dilakukan kemungkinan akan memberikan suatu pendekatan yang menguntungkan terhadap situasi, yang memungkinkan akan memberikan suatu kedekatan yang menguntungkan terhadap situasi, yang memungkinkan adanya sensitivitas yang lebih tinggi terhadap banyak sumber data. Data kualitatif dan fungsi analisis berfungsi sebagai [erekat yang menyatukan interpretasi dari hasil-hasil multimetode. Dalam satu aspek tertentu, data kualitatif digunakan sebagai sebuah titik tanding penting bagi metode kuantitatif. Sedangkan dari aspek lain, analisis mendapat keuntungan dari persepsi yang diambil dari pengalaman pribadi dan pengamatan langsung. Sehingga masuklah peneliti yang licik yang menggunakan data kuantitatif untuk memperkaya dan memperjelas gambarnya.
Arti dari semua hal di atas bagi praktik penelitian adalah pada akhir ia harus mengambil pilihan di antara ketiga pilihan berikut ini:
1.    Melakukan baik peneliti nomotetis maupun ideografis dan agregatnya.
2.    Melakukan penelitian nomotetis dan ideografis secara bergantian, menggunakan kedua metode tersebut secara bergantian untuk mengkapitalisasi kekuatan dari keduanya di beberapa kasus tertentu dan mengtasi kelemahan yang dimiliki metode lainnya di beberapa kasus yang lain.
3.    Mengambangkan sebuah ilmu baru yang dapt diuraikan dengan jelas sebagai berikut:
Ilmu baru tersebut yang perlahan-lahan muncul kemungkinan akan lebih berbasis pada pelaksana, berakar pada eksperimen, berorientasi praktis dan lebih dapat mencerminkan dirinya sendiri daripada citra dari ilmu yang ada saaat ini. Ia kemungkinan akan mempergunakan pemikiran Amerika yang “pragmatis” dari Pierce, James, Dawey dan Mead dan pemikiran Jerman yang “”kritis” dari Marx, Dilthey, Husserl, Weber, Heidegger, Gademer, dan Habermas. Ia mungkin akan berkembang untuk bagian dalam dan menjembatani ke arah ketelitian dan generalisasi penyelidikan dari bagian luar.

PERSPEKTIF ILMU AKUNTASI
Bagian ini akan mengambil kerangka kerja dari Hipotesis Dunia oleh Pepper yang memberikan empat pendekatan berbeda dalam memperoleh dan mengklasifikasikan ilmu pengetahuan formal dalam akuntansi keempat pendekatan tersebut adalah formisme, mekanisme, kontekstualisme, dan organisme. Mereka akan memberikan apresiasi yang lebih baik mengenai sifat dari klaim ilmu pengetahuan yang saling bersaing dan dinyatakan dalam penelitian akuntasni, sekaligus memperkaya dan memperluas pemahaman kita mengenai akuntansi di dalam praktik.

1.      “Hipotesis dunia” oleh Stephen Pepper
Pengetahuan adalah hasil dari sebuah penyempurnaan kognitif secara konstan: kritik dan peningkatan klaim-klaim yang masuk akal, yang mengacu pada pengetahuan umum sebagai dubitanda-klaim yang meragukan. Penyempurnaan kognitig ini dapat dipercapai malalui.
  1. Bukti pendukung multiplikatif, suatu konfirmasi atas fenomena oleh beragam subjek, dan
  2. bukti pendukung struktural, penggunaan teori dan hipotesis mengenai dunia dan konfirmasinya oelh data empiris.
Pepper menggunakan contoh klaim yang menyatakan bahwa sebuah kursi dikatakan sangat kuat ketika bukti pendukung multiplikatif dicontohkan dengan banyak orang yang dududk di atasnya, dan bukti pendukung struktural yang dicontohkan dengan pengembangan sebuah teori pengenai hal-hal apa sajakah yang dibutuhkan agar kursi tersebut dapat menjadi kuat. Bukti pendukung dapat dicapai dengan membuat sebuah kursi yang sesuai dengan hipotesis teori tersebut. Pepper memberikan empat hipotesis menjadi hipotesis struktural idak dapat digunakan untuk menlak hopotesis yang lain dan mereka tidak dapat membentuk sebuah hipotesis keseluruhan. Keempat hipotesis tersebut adalah empat hipotesis dunia yaitu formanisme, mekanisme, kontekstruaisme, dan organisme. Penyempitan beragam hipotesis menjadi empat hipotesis dunia tersebut memungkinkan untuk dilakukan melalui sebuah teori mengenai asal dari hipotesis dunia, yang disebut “teori metafora akar”.
Dua perangkat asumsi yang berkaitan dengan struktural logis dari alam sosial dapat digunakan untuk membedakan masing-masing empat hipotesis tersebut. Dimensi pertama membedakan antara teori-teori dispersif dan integritif. Pada dasarnya teori analisis tidak mengakui dan menafsirkan sintesis, sehingga kompleksitas dan konteks adalah suatu derivatif dan bukannya merupakan bagian yang penting dari organisasi. Teori sintesis sebaliknya merupakan komleksitas tau konteks sehingga analisis menjadi suatu derivatif. Teori dispersif berfous pada interprestasi dari fakta-fakta yang diambil satu persatu dari suatu keseluruhan fakta, yang terpancar cukup luas dan bukan berarti saling menentukan satu sama lain hingga satu tingkat tertentu. Sebagai akibat dari penggunaan kedua dimensi ini, keempat hipotesis dunia dapat ditandai sebagai berikut:
1.    formalisme terdiri atas teori-teori analisis dapat dispersif
2.    mekanisme terdiri atas teori-teoi analisis dan integratif
3.    kontekstualisme terdiri atas teori-teori sintetis dan dispersif, serta
4.    organisme terdiri atas teori-teori sintetis dan integratif
·       Formisme
Formanisme secara filosofis terhubung dengan “kenyataan” dan “idealisme platonik”, dengan eksponen-ekponen seperti Plato dan Aristoteles. Hipotesis ini terdiri atas teori-teori analitis dan dispersif. Metafora akarnya adalah kesamaan. Hal ini mengasumsikan formanisme berfokus pada fenomena-objek, peristiwa, proses-yang diambil satu persatu dari sumber, yang mencoba unuk mengidentifikasikan kesamaan atau perbedaan hanya melalui sebuah uraian, dan menerima hasil dari penguraian tersebut. Aktivitas utama adalah penguraian dengan berdasarkan pada kesamaan, tanpa mempertimbangkan sumber-sumber dari kesamaan itu sendiri, uaraian dalam formanisme terbagi menjadi tiga kategori: (1) karakter, (2) Kekhususan, dan (3) Partisipan. Jika kita mengatakan bahwa “ini adalah akuntansi”, maka “ini” adalah berarti satu kekhususan yang tidak memiliki arakteristik; “akuntansi” adalah ketidakkhususan dari suatu karakter; dan “adalah” merupakan partisispan dari satu hal terhadap yang lain dalam membuat suatu objek. Formanisme karenannya adalah merupakan kekhususan dari suatu karakterisasi dari suatu kekhususan. Seperangkat kekhususan atau norma-norma yang berpatisipasi di dalam satu atau lebih karakter disebut sebagai kelompok. Sebagai contoh, kas, piutang, persediaan jangka pendek dan investasi jangka pendek yang merupakan hal-hal yang likuid akan membentuk aktiva lancar. Kelompok tertentu dapat diklasifikasikan dengan menggunakan beragam cara.
Apa yang tampak dalam formisme adalah bahwa kebenaran merupakan tigkat kesamaan suatu uraian terhadap objek yang diacunya. Formisme merupakan sebuah teori kebenaran yang didasarkan atas kesesuaian. Formisme tidak meliputi pertanyaan-pertanyaan keseragaman empiris, karena mereka hanya setengan benar di mana kebenaran penuh adalah uraian yang secara akurat sesuai yang dinyatakan oleh Pepper:
Keseragaman empiris adalah tanda-tanda ketidakpedulian manusi. Karena jika kita mengetahui kenenaran tentang mereka secara keseluruhan, kita seharusnya mengetahui hukum atau kombinasi hukum yang membuat keberaturan mereka menjadi dibutuhkan, atau kita seharusny tahu bahwa mereka tidak dibutuhkan melaiankan hanya sekedar kebetulan-kebetulan historis yang telah digeneralisasikan secra keliru dan tidak dapat diandalkan oleh peramalan-peramalan ilmiah.
·       Mekanisme
Mekanisme secara filosofi terhubung dengan naturalisme atau materialisme dari Demokritus, Lucretius, Galileo, Descartes, Hobbes, Locke, Barkeley, Hume, dan Reichenbach. Seperti yang disajikan dalam tampilan 7, mekanisme terdiri atas teori-teori analitis dan integratif. Metafora akarnya adalah sebuah mesin. Seperti formisme, ia merupakan suatu teori analitis yang berfokus pada elemen-elemen yang memiliki ciri-ciri tersendiri dan bukannya sesuatu yang kompaleks atai konteks. Akan tetapi, tidak seperti formanisme, ia integratif alam artian bahwa dunia telah tertata dengan baik dan fakta-faktanya terjadi dalam suatu urutan yang tertentu dan, jika cukup banyak halyang dapat diketahui, mereka dapat diramalkan, atau paling sedikit diuraikan, sesuai dengan kebutuhannya. Pengetahuan berjenis mekanisme ini memiliki enam ciri-ciri:
1.    Seperti sebuah mesin, objek studi terdiri atas bagian-bagian yang memiliki lokasi-lokasi tertentu.
2.    Bagian tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, sesuai dengan sifat utama dari mesin tersebut.
3.    Hubungan resmi antara bagian-bagian dari objek studi dapat diuraikan dengan rumus-rumus fungsional atau korelasi-korelasi statistik. Hal ini merupakan pertanyaan dari antarahubngan di antara bagian-bagian mesin.
4.    Sebagai tambahan dari sifat utama, terdapat karekteristik lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif, meskipun tidak relevan secara langsung dengan objek studi: mereka dengan sifat-sifat sekunder.
5.    Sifat-sifat skunder tersebut juga berhubungan secara prinsip dengan objek studi karena “jika memang terdapat suatu uaraian tentang mesin, kita seharusnya ingin untuk menemukannya dan menguraikan prinsip seperti apakah yang dapat mempertahankan sifat-sifat sekunder tertentu terletak pada bagian-bagian tertentu dari mesin tersebut.
6.    Hukum-hukum sekunder menandai hubungan yang stabil di antara sifat-sifat sekunder.
Teori kebenaran dari mekanisme adalah apakah mesin tersebut bekerja, yang diukur melalui tingkat bekerjaya, yang akhirnya sampai kepada mampu tidaknya pengentahuan seseorang meramalkan hasil-hasil dari penyesuaian spontan (casual adjustments) yang terjadi dalam sistem.
·       Konstektualisme
Kontekstualisme berhubungan dengan pragmatisme dari Prerce, James, Bergson, Dewey, dan Mead. Kontekstualisme terdiri atas baik teori sintetis maupun dispersif. Metafora akarnya adalah peristiwa historis atau tindakan dalam konteks. Tidak seperti formisme, kontekstualisme bersifat sntetis, di mana ia berfokus pada pola, suatu keseluruhan objek studi daripada fakta-fakta yang terpisah. Seperti formisme, kontekstualisme bersifat dispersif dimana fokusnya adalah pada interpretasi dari fakta-fakta yang diambil satu per satu dari suatu keseluruhan fakta.
·       Organisme
Organisme terhubung dengan absolut atau idealisme objektif dari schelling, hegel, green, bradley, Bosanquet, dan royce. Metafora akarnya adalah integrasi keseluruhan atau kesatuan yang harmonis dilihat dari segi ketepatan waktu dan struktur yang bertahan. Seperti mekanisme, organisisme terintegrasi dalam artian bahwa dunia tersusun dari fakta-fakta yang tertata rapi dan terintegrasi yang dapat diuraikan sekaligus diramalkan.

2.      Formisme dalam akuntansi
Formisme dalam akuntansi meliputi mencari akan kesamaan dan perbedaan diantara berbagai objek studi yang berbeda – beda tanpa mempertimbangkan adanya kemungkinan adanya hubungan diantara merek. Dapat dikemukakan bahwa seluruh pengetahuan tekhnik akuntansi yang digunakan dalam pengajar akuntansi dan termuat dalam buku – buku teks standar samapai sejauh ini adalahadalah formisme secara mutlak aturan – aturan umum, model dan algaritma yang digunakan untuk menjelaskan fenomena akuntansi. Untuk membantu pelaksanaa praktik akuntansi adalah objek studi yang memiliki ciri –ciri tersendiri yang dapat dibandingkan dari tingkat segi kesamaan dan perbedaan diantara mereka. Aspek dari bidar akuntansi ini ditandai oleh metodologi akuntansi yang diasumsikan mencerminkan dunia sebagaimana mestinya seharusnya penyelidikan para peneliti dalam formisme brfokus pada karakter taksonomis dan objek studi dan bukannya penyebab – penyebab dari kesamaan dan perbedaan formisme sangat sesuai dalam praktik akuntansi di mana kategorisasi adaalah sama dengan mendapatkan pemecahan. Hal ini pada dasarnya merupakan pengkhususkan dari suatu karakter akuntansi atau karakter dari kekhususan akuntansi. Ia merupakan suatu usaha konstan pencarian sebuah “cawan suci” dalam akuntansi, sama seperti yang terjadi dibidang zoologi, ilmu botani, dan kimia, objek studinya diasumsikan kesamaan – kesamaan yang sistematis dan independen dari pengamat, dan tugas dari para penelitiuakuntansi adalah untuk menemukan apakah kesamaan tersebut.
Para formis dalam akuntansi biasanya menyadari bahwa identifikasi dari persamaan dan perbedaan antara objek – objek studi tidak cukup untuk menggambarkan realita akuntansi, dan mengharuskan adanya suatu pengaitan antara praktik dan penelitian dalam akuntansi, akan tetapi pencarian secara eksplisit dari penyebab kesamaan itu sendiri bukanlah bidang dari formisme dalam akuntansi, melainkan lebih kepada bidang dari mekanisme.

3.      Mekanisme dalam akuntansi
          Mekanisme dalam akuntansi tidak hanya meliputi mencari kesamaan dan perbedaan antara berbagai objek studi namun juga dan terutama adalah untuk hubungan kuantitatif yang memungkinkan dilakukan pengurangaian dan permasalahan. Mekanisme dalam akuntansi adalah juga pencarian keteraturan empiris antara fenomena yang berbeda – beda melalui berbagai bentuk kolerasi studi. Prinsip – prinsip  dan hubungan – hubungan antara bagian terasebut. Hal ini mengahruskan hal ini mengahruskan adanya operasionalisasi dari dimensi – dimensi yang berlainan dan yang menjaga mereka tetap berhubungan. Kebanyakan penelitian empiris dalam akuntansi, atau disebut sebagai penelitian aliran utama, sebagian besar secara mutlak merupakan mekanisme riset pase, penelitian perilaku  penelitian akuntansi positif, studi – studi peramalan peristiwa dan kebanyakan studi – studi yang berdasarkan korelasi dalam penelitian akuntansi utama menemukan kecenderungan analisis dari mekanisme dengan berfokus pada fenomena tersendiri, dan kecenderungan integratif dari mekanisme dengan melihat dunia telah tertata rapi dengan hubungan – hubungan spesifik yang dapat diuraiakan dan dipenuhi hasilnya ternyata tidak sempurna karena:
·       Tingkat koefisien korelasi yang tidak memuaskan
·       kurangnya kendali bagi penjelasan – penjelasan  alternatif
·       sampel –sampel yang tidak representatif, dan
·       Pengulangan tanpa akhir namun mekanisme dalam akuntansi berfokus kepada pencapaian penguraian yang semakin mendalam dan dan pengajian yang lebih sempurna agar dapat menggambarkan suatu representasi yang singkat dari logika yang menghubungkan bagian – bagian dari objek penelitian akuntansi. Penyingkatan telah menjadi produk dari mekanisme dalam akuntansi. Model penilaian ekuitas dari Ohison dan Peltham-Oh………  merupakan suatu contoh penyingkatan yang baik yang nilai buku dan laba abnormal kedalam nilai ekuitas. Fokus pada validasi empiris dari model – model ini untuk menjelaskan meningkatnya persentase perbedaan yang lebuih tinggi dari waktu kewaktu.
Masalah lain yang dihadapi oleh mekanisme dalam akuntansi adalah adanya asumsi tidak langsung
·       ukuran tidak memiliki perbedaan, dan
·       dan hubungan diantara ukuran tidak memiliki perbedaan studi dalam teori positif akuntansi hanya memberikan sedikit sumbangan pada perbedaan dalam variabel – variabel terikat sehingga metodologinya tidak dapat dianggap sebagai satu – satunya untuk peran dari akuntansi dalam organisasi ketergantungan pada sampel yang lebuih besar dan metode – metode statistical  yang lebih rumit lebih menujukan rendahnya usaha dan dampak – dampak hasil yang dopelajari.
Komentar -0 komentar serupa mengenal mekanisme telah diungkapkan dalam perilaku mekanisonal dan psikologi organisasional. Namun namun kegagalan nyata dari mekanisme timbul dari besarnya jumlah data yang dibutuhkan untuk menjamin adanya kekuatan peramalan dari jenis ini, dan ketidakmampuan untuk dengan mudah memindahkan pengetahuan dalam dunia nyata.
Semua ini memberikan sumbagan pada terjadinya benturan dalam bidang akademik dengan prospek menurunkan hubungan anatardesiplin dan penurunan produksi pengetahuan akuntansi format yang bermanfaat. Instituasi ilmiah dibidang akuntansi mungkin telah menciptakan penjara bagi dari mereka sendiri. Mereka akan menolak semua godaan untuk keluar dari perangakap yang mereka buat sendiri karena hal tersebut memiliki arti yang bertentangan dengan kepercayaan dan nilai organisasinya.
Mereka lebih cenderung untuk mengendalikan dan memproduksi pengetahuan akuntansi formal atas nama mereka sendiri. Monopoli yang mereka peroleh dari atas nama pengetahuan tersaebut memungkinkan mereka mengeluarkan ilmu – ilmu lain dan atau secara selektif memilih ilmu yang dapat mereka produksi ulang. Dalam prosesnya, ilmu akuntansi dengan nama mereka akan menderitasuatu deformasi profesional karena ilmu tersebut hanya digunakan untuk mempertabankan kekuatan dan siklus mereka. Mengendalikan jalan masuk kedalam arena mereka dan menandingi paradigma – paradigma lain yang menjadikan dominasi diarena tersebut menjadi sasarannya. Yang menjadi perhatian dari para elis akademik akuntansi ini adalah perlindungan, disiplin, dan hukuman. Penciptaan akuntansi tidak pernah terpisah dari penggunaan kekuatan. Salah satu akibat dari situasi ini adalah pembatasan pengaruh ideologis dalam penciptaan ilmu akuntansi.

4.      Kontekstualisme dalam akuntansi                                                
Kontekstualisme dalam akuntansi berfokus pada interprestasi dari fakta – fakta independen yang diperoleh dari seperangkat fakta menurut suatu konteks spesifik yang akan menciptakan suatu pola.fakta – fakta yang terdapat disetiap pola diasumsikan akan mengalami perubahan dan menerima hal – hal baru. Tambahan lagi, mereka dapat dibedakan berdasarkan sifat dan tekstur mereka dengan adanya pemikiran atau perubahan ini, analisis menurut suatu konnteks tertentu akan memiliki asumsi antologis bahwa dunia soosial dan dunia akuntansi akan sealalu teru sbergerak. Perbedaan fundamental anatara kontekstualisme dan formisme dalam akuntansi adalah bahwa fakta – faktanya kini dikumpulkan kedalam konteks – konteks spesifik. Oleh karenanya, dapat dinyatakan bahwa setiap ilmu teknik baru dibidang akuntansi yang di akumulasikan untuk konteks – konteks yang spesifik akan merupakan suatu contoh yang baik konstekstualisme dalam akuntansi. Contoh – contoh dari konstek baru ini meliputi :
·       Periwtiwa – peristiwa ekonomi, seperti kebangkrutan, pengambilalihan, pemeringkatan obligasi
·       Klasifikasi industri
·       Klasifikasi sementara, seperti sebelum dan sesudah peristiwa besar dibidang politik, ekonomi, atau sosial
Setiap aspek dari ilmu akuntansi dapat diklasifikasikan menurut suatu pengelompokan yang ditandai dengan sebuah konteks yang spesifik. Kita dapat mempertimbangkan kasus – kasus dari tekhnik akuntansi dan isi dari ilmu yang diklasifikasikan menurut industrinya. Studi yang mereka lakukan dibatasi hanya pada satu industri tertentu untuk suatu waktu. Penyempitan analisis dari semua fakta menjadi hanya sediklit fakta yang berhubungan dengan suatu konteks tertentu memberikan studi – studi akuntansi dan manjemen suatu fokus pada pencitaan naratis. Dan suatu kisah bagi penginterprestasian sebuah episode yang unik menjadi contoh yang jelas kontekstualisme. Sebagai tambahan, kebanyakan akuntansi profesional yang ditulis dalam bahasa yang amatiran mencoba untuk memberikan solusi mengenai “bagaimana caranya” dalam konteks yang spesifik bagi masyarakat umu dan para eksekutif yang tertarik pada ,masalah – masalah akuntansi dalam konteks yang spesifik pula. Kontekstualisme sepertinya lebih bermanfaat bagi praktif akuntansi dari pada formisme dengan memcahkan gestalt khusus dalam akuntansi dimana ia dapat menunjukan akuntansi “apa yang berguna” dan “apa yang tidak berguna” danmengidentifikasikan bekerjanya budaya –budaya organisasioanal yang spesifik didalam akuntansi. Misalnya, suatu pendekatan kontekstual terhadap akuntansi keprilakuan akan mengharuskan adanya fokus pada tindakan dan peristiwa daripada eksperimen – eksperimen yang dibuat – buat, kecuali juka eksperimen tersebut dipelajari sebagai peristiwa.
Kontekstualisme dalam penelitian akuntansi bergantung pada analisis dari fakta – fakta yang hanya diverifikasi secara langsung, fakta – fakta yang spesifik terhadap situasi tertentu, seperti misalnya pada suatu industri tertentu. Sehingga hasil akhirnya memiliki akan memiliki ruang lingkup yang terbatas. Dan setiap percobaan usaha untuk melakukan verifikasi secara tidak langsung, yang ekuivalen terhadap pengakuan bahwa dunia memilki suatu struktur tertentu, mengharuskan adanya ketergantungan pada hipotesis – hipotesis dunia yang lain. Hal ini merupakan suatu dilema yang serius bagi kontekstualisme dalam akuntansi, yaitu untuk baik menerima kekhususan mengakui adanya perubahan – perubahan secara konstan didalam konteks.

5.      Organisisme di dalam akuntansi
Bagi mereka menerapkan organisisme didalam akuntansi akan berfokus pada gestalt yang spesifik sebagai objek studinya, yang terdiri dari fakta – fakta yang tertera dengan baik dan terintegrasi serta dapat diuraikan sekaligus diramalkan. Seperti mekanisme dalam akuntansi, oerganisisme mencari determinasi dari keteraturan empiris dianatara fenomena – fenomena yang berbeda melalui bergam bentuk analisi statistik. Namun tidak seperti mekanisme, pencarian keteraturan empiris tersebut dipersempit kepada konteks – konteks atau gestalt yang spesifik. Dengan melakukan hal ini, oergisisme mencoba untuk menghindari dari kebanyakan keterbatasan yang di alami oleh mekanisme dalam akuntansi denga mengintegrasikan penelitian dan temuan disekitar satu konstek spesifik. Sebagai contoh, jika konteks spesifik tersebut adalah kepailitan, mekanisme akan berfokus kepada model – model generik dari kepailitan dalam konstek yang spesifik pula, seperti industri tertentu, periode waktu tertentu, suatu negara tertentu, dan lain – lain. Organisme dalam akuntansi dipandang sebagai salah satu faktor yang penting dalam penelitian akuntansi di masa datang. Seperti yang dinyatakan oleh Beaver:
  • Faktor kedua adalah penekanan kepada penelitian konstektual dan bukannya penelitian generik. Secara tidak langsung, hal ini telah tertera secara implisit dalam faktor pertama dimana terdapat penekanan pada kenyataan instituasioanal, yang cenderung untuk mengarah kepada konteks – konteks khusus. Nilai dari studi – studi generik mengalami penurunan karena penelitian terdahulu telah meraup sebgaian besar keuntungan tersebut dan telah membahas pernyataan dasar, yang menjadi urutan pertama, misanya apakah terdapat suatu hubungan statistik antara pengembalian dan perubahan laba ? akan tetapi, seiring akan pernyataan semakin berat atau dampak – dampaknya yang menjadi urutan  maka terdapat peningkatan permintaan untuk meningkatkan kekuatan hal ini sering kali mendiktekan sampel – sampel tertentu dan masalah – masalah yang spesifik.

PRESFEKTIF PADA PENELITIAN AKUNTANSI
Penilitian akuntansi banyak ragam dan pilihan. Penelitian akuntansi tampak seperti mengalami kesulitan dalam mencari topik, metodologi, dan jenis kenyataannya ternyata sangat berbeda. Seperti ilmu sosial lainnya, akuntansi akuntansi melakukan penelitian dengan didasarkan pada asumsi – asumsi berhubungan dengan hakikat dari hubungan sosial dan dari masyarakat. Sebuah pendekatan yang telah diterapkan oleh Burell dan Morgan dalam organisasional dapat digunakan untuk membedakan empat pandangan penelitian dalam akuntansi pandangan fungsionalis, pandangan interpretatif, pandangan humanis radikal, dan strukturalis radikal.

1.      Kerangka kerja Burell dan Morgan
a)   Hakikat dari ilmu sosial
Terdapat empat asumsi dibahas dalam kaitannya denga hakikat dari ilmu sosial, yaitu epistemologi, sifat manusia, dan metodologi. Asumsi – asumsi ini juga dapat dipikirkan dari segi subjektif – objektif.
Pertama asumsi antologis, berhubungan dengan esnsi paling mendasar dari fenomena akuntansi yang melibatkan perbedaan – perbedaan niminalisme – realisme. Perdebatan yang terjadi adalah alam sosial yang berada diluar kesadaran individual adalah merupakan suatu penggabungan nama asli, judul, dan konsep yang merupakan struktur dalam kenyataan seperti dalam nominalisme apakah ia merupakan penggabungan dari struktur – struktur yang nyata, dan berwujud dalam realisme.
Kedua tentang epistimologis yang berkaitan dengan dasar pengetahuan dan hakikat pengetahuan, melibatkan debat antipositivisme – positivisme. Perbedaan ini berfokus pada kegunaan dan hukum atau keteraturan yang menjadi dasar dalam bidang sosial. Positivisme mendukung kegunaan ini. Antipasitivisme menyanglkanya dan membantah dengan menyatakan partisipasi individual sebagai salah satu persyaratan untuk memahami alam sosial.
Ketiga, perdebatan sifat manusia, berkaitan dengan hubungan manusia dan lingkungannya, yang melibatkan perbedaan voluntarisme – determinisme. Perbedaan ini berfokus pada apakah manusia dan aktivitasnya ditentukan oleh situasi lingkungan seperti yang dikemukakan oleh determinisme, atau merupakan hasil keinginan mereka sendiri seperti dala voluntarisme.
Keempat, perbedaan mengenai metodologi, yang berkaitan dengan metode – metode yang digunakan untuk melakukan penyelidikan dan mempelajari alam sosial, melibatkan perbedaan ideografis – nomotetis. Perbedaan ini berfokus pada apakah metodologi yang terlibat dalam analisis perkiraan – perkiraan subjektif diperoleh melalui partisiopasi atau ikut terlibat langsung dalam situasi seperti yang terdapat dalam metode ideografis, atau apakah ia melibatkan suatu pengujian atas hipotesis secara ilmiah dan teliti seperti yang terdapat dalam metode nomotetis.
b)   Hakikat dari masyarakat
          Telah dibuat asumsi mengenai hakikat masyarakat – yaitu, perbedaan susunan – konflik, atau lebih tepat algi, perdebatan regulasi – perubahan radikal. Sosiologi regulasi mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan befokus kepada kesatuan dan keterpaduannya serta perlunya diberikan suatu regulasi. Sosiologi perubahan radikal sebaliknya, mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada perubahan radikal, konflik struktural mendalam, cara – cara pendominasian, dan pertentangan struktural yang terjadi pada masyarakat modern. Seperti yang telah disoroti oleh Burell dan Morgan, sosiologi regulasi berkaitan dengan tatanan sosial, konsensus, integrasi dan kohesi sosial, solidaritas, perlunya rasa kepuasan dan aktualisasi, sedangkan sosiologi perubahan radikal berkaitan dengan perubahan radikal, konflik struktural, cara – cara pendominasian, pertentangan, emansipasi, perampasan hak dan petensialitas.
c)    Kerangka kerja untuk analisis penelitian
Seperti yang telah dibahas sebelunya, setiap disiplin ilmu sosial, termasuk akuntansi dapat dianalis berdasarkan asumsi metateoritas mengenai hakikat dari ilmu pengetahuan, dimensi subjektif – objektif, dan mengenai hakikat masyarakat, dimensi – regulasi perubahan radikal. Dengan menggunakan kedua dimesnis ini. Burell dan Morgan mampu mengembangkan suatu skema yang koheren untuk melakukan analisis atas teori sosial secara umum dan anlisi organisasional secara khusus. Skema ini terdiri dari empat paradigma yang berbeda dan diberi nama (1) humanis radikal, yang ditandai oleh perubahan radikal dan dimensi subjektif. (2) struktural radikal, yang ditandai oleh perubahan radikal dan dimensi objektif. (4) interperetatif, yang ditandai oleh dimensi subjektif dan regulasi, dan (4) fungsional, yang ditandai oleh dimensi objektif dan regulasi. Kerangka kerja ini digambarkan, ini membentuk empat pandangan mengenai realitas yang digunakan untuk menganalisis beragam teori – teori sosial termasuk diantaranya akuntansi.          

2.      Pandangan fungsional dalam akuntansi
Pandangan fungsional akuntansi berfokus pada penjelasan keterturan sosial, dimana akuntansi memainkan sebuah peranan, jika dilihat dari modus pandangan seorang realis, positivis, determinis, dan nomotetis ia berhubungan dengan regulasi secara efektif atas dasar bukti yang objektif.
Paradigma fungsional dalam akuntansi melihat fenomena akuntansi sebagaii hubungan dunia nyata yang konkrit yang memiliki keberaturan dan hubungan sebab akibat yang dapat diterima dengan disertai penjelasan permanfaatan ilmiah.
Sebagai tambahan, tatanan sosial, seperti yang didefinisikan oleh struktur pasar dan perusahaan yang masih ada, telah diterima begitu saja, dengan tanpa adanya acuan kepada dominasi ataupun konflik. Kedua pandangan fenomena akuntansi maupun alam sosial digunakan untuk mengembangkan teori – teori yang diasumsikan bebas nilai dan bukannya terkait secara historis.
Seperti dalam fungsionalisme struktural, paradigma fungsional dalam akuntansi berfokus pada penetapan fungsi – fungsi ini adalah “prasyarat fungsional’’ atau “keharusan fungsional’’ dari adaptasi, pencapaian sasaran, integrasi dan latensi atau pemeliharaan pola. Untuk mencapai keharusan – keharusan tersebut, maka didefinisikan struktur struktur atau elemen – elemen akuntansi.
Seperti dalam teori sistem, paradigma fungsionalis dalam akuntansi berfokus pada baik pencarian representasi analogis dari sistem akuntansi maupun suatu analis sistem.
Interaksionisme dengan fokusnya pada hubungan dan interaksi dengan manusia diekspresikan dalam bentuk akuntansi keprilakuan.
Objektivitas dengan komitmennya kepada model dan metode yang digunakan dalam ilmu – ilmu alam adalah cara utama dalam penelitian dan pembuatan teori akuntansi. Bahkan empirisme abstrak sebagai suatu judul cocok sekali dengan kebanyakan penelitian akuntansi empiris yang telah diterbitkan. Terdapat suatu desakan yang pasti untuk mengembangkan sebuah model yang mendalam dari fenomena akuntansi di tengah – tengah absennya variabel – variabel yang membingungkan dan ketergantungan metodologis pada metode – metode hipotesis – deduktif.
Pandangan fungsionalis dalam akuntansi menandai apa yang secara umum diterima sebagai suatu penelitian akuntansi konvensional. Asumsi – asumsi yang dominan meliputi hal – hal berikut: ‘’teori dipisahkan dari pengamatan yang dapat digunakan untuk memverifikasi ataupun  menyalahkan sebuah teori. Perhitungan hipotesis – deduktif dari penjelasan ilmiah dapat diterima. Sedangkan metode kuantitatif dari analisis dan mengumpulkan data yang memungkinkan adanya generalisasi adalah metode yang lebih disukai.

3.      Pandangan interpretatif dalam akuntansi
Pandangan interpretatif dalam akuntansi akan berfokus pada menjelaskan tatanan sosial dari sudut pandang dari seorang normalis, antipositivis, voluntaris, dan ideologis. Dalam akuntanis ia akan menjadi pemaham pengalaman yang subjektif yang dialami oleh individu yang terlibat persiapan, komunikasi, verifikasi, naskah – naskah akuntansi, literatur akuntansi, bahasa – bahasa akuntansi, dan ideologi – ideologi akuntansi, dengan menggunakan metode verstehen.
Fenomenologi, jika diterapkan pada akuntansi, akan mencoba untuk menampakka secara eksplisit, ‘’esensi – esensi’’ yang tidak dapat ditunjukan oleh pengamat positivis biasa. Paradigma interprentatif dalam akuntansi, meskipun masih sangat muda, telah berfokus pada (1) kemampuan dari informasi untuk ‘’memnentuk kenyataan’’ (2) peran dari akuntansi sebagai sebuah alat ‘’liguistik’’ dan (3) peran – prean dan gambaran lain yang dapat dilaksanakan oleh akuntansi.
Bagi para interpretasi, akuntansi tidak boleh lebih dari hanya sekedar nama, konsep, dan label yang digunakan untuk membuat suatu kenyataan sosial. Ian hanya dapat dimengerti dari sudut pandang pihak – pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan, komunikasi dan penggunaannya. Secara metodologis, metode – metode ideografis dan bukannya metode hipotetis – deduktif yang dibutuhkan untuk menghidupkan kembali definisi pelaksanaan atas masalah.
Oleh karenannya, asumsi – asumsi yang dominan dari pandangan interprentatif dalam akuntansi hendaknya adalah:
a)      Percaya pada pengetahuan
Penjelasan ilmiah yanng dicari oleh maksud manusia. Kecukupan mereka dinilai melalui kriteria konsistensi logis, interprentasi subjektif dan persetujuan interprentasi sehat pelaksana.
b)      Percaya kepada kenyataan fisik dan sosial
Kenyataan sosial adalah suatu yang akan segera terjadi, diciptakan secar subjektif, dan diobjektifitas melalui interaksi manusia.
c)      Hubungan antara Teori dan Pabrik
Teori mencoba untuk menjelaskan tindakan dan untuk memahami bagaimana tatanan sosial diciptakan dan diciptakan kembali.
Meskipun paradigma interprentatif bukanlah suatu hal yang utama dalam akuntansi, ia memiliki tiga keterbatasan besar (1) paradigma ini berasumsi bahwa seorang pengamat ‘’quasidivine’’ dapat memahami tindakan sosialhanya melalui objektivitas saja dan tanpa interfrensi (2) menciptakan sebuah ilusi ilmu yang murni dengan menggunakan garis pemikiran secara monologis, dan (3) gagal menjadi penuntut perubahan.

4.      Pandangan humanis radikal dalam akuntansi
Pandang radikal humanis dalam akuntansi akan berfokus pada penjelasan tatanan sosial dari perspektif seorang nominalis, voluntaris, serta ideografis memberikan penekanan bentuk –bentuk dari perubahan radikal. Pandangan ini menghargai semua penelitian yang memperkecil kritik filosofis yang diberikan kepada beberapa metodologi normatif. Dalam bentuk teori kritis ia mensyaratkan dua bentuk analisis ‘’(a) suatu analisi otonomis atas kepentingan – kepentingan antologis, epistemologis, dan metodologis yang mendasari ilmu organisasional, dan (b) suatu kritik ( yang didasarkan pada analisis) mengenai dinamika yang saling mempengaruhi dari penelitian, teori, dan praktik. Ia akan memperluas kritik epistemiknya hingga mencakup: (a) sebuah pembahasan mengenai keterbatasan yang dimiliki oleh bentuk – bentuk penyelidikan alternatif (b) analisis hubungan antara komunitas peniliti organisasional dan para praktisi beserta anggota organisasional (c) pengakuan atas sasaran praktis dari setiap bentuk penelitian tertentu.
Teori kritis dalam akuntansi akan mempunyai asumsi bahwa teori –teori, isi dari ilmu, dan fakta – faktanya adalah hanya sekedar pencerminan dari suatu pandangan dunia yang realistis. Ia akan melihat akuntan, perhitungan, dan yang dihitung sebagai tahanan dari sebuah bentuk kesadaran yang dibentuk dan dikendalikan melalui proses – proses ideologis. Seluruh dari akuntansi akan disisir untuk sifat – sifat mereka yang bersifat mengasingkan. Singkatnya, akuntansi akan dilihat telah membuat ‘’penjara pikiran’’ dimana kenyataan – kenyataan organisasional dapat dikonfirmasi dan didominasi. Argumentasi yang dikemukakan adalah bahwa sistem akuntansi mendorong dan mempertahankan adanya pengasingan dan konflik. Pandangan ini akan diartikan bahwa akuntansi membantu seseorang menyadari potensi yang mereka miliki dengan membantu mereka menyadari kebutuhan – kebutuhan mereka, atau mengarahlkan mereka kepada arah yang sejalan dengan perhatian ang diberikan opleh Habermas pada kompetensi komunitatif dan perhatian dari Gramsci dan Lukacs pada ideologi dan kesadaran palsu.
Gramsci, lebih khusus lagi, membahas masalah akan kesadaran palsu ini dengan melihat posisi dari oara intelektual dari suatu masyarakat kontemporer. Meskipun ia berpendapat bahwa seluruh manusia adalah mahkluk intelektual, tidak semua orang yang berada dibawah kapitalisme akan menjalani fungsi – fungsi intelektualnya. Ia lebih lanjut membedakan antara intelektual tradisional, yang secara historis tidak berpengaruh (autonomus) oleh kepentingan – kepentingan golongan, dengan intelektual organik, yang secara ideologis sejalan dengan kepentingan – kepentingan golongan. Dalam kapitalisme kontemporer, kebanayakan intelektual secara organik terikat dengan kaum borjuis. Karena hogomoni ideologis dari kapitalisme, hanya sedikit kaum intelektual mengutarakn kepentingan – kepentingan dari golongan yang lebih rendah. Jenis interpretasi dari humanis radikal dibidang akuntansi seperti ini memberikan kesan bahwa sampai munculnya kaum akuntan eliteyang tidak memilki ikatan secara ideologis dengan golongan kapitalis, maka disiplin ilmu akuntansi akan terus menyebarkan kepentingan dan ideologi kapitalisme. Akan tetapi, para akuntan klasik dan fungsional, dengan sangat cepat menuduh humanis sebagai kaum partisan dan nonakademik. Seperti yang telah dibahas oleh Burell dan Morgan.

5.    Pandangan strukturalis radikal dalam akuntansni
Pandangan sturkturalis radikal dalam akuntansi akan menantang tatanan sosial dari sudut pandang seorang realis, positivis, dan nomotetis. Pandangan ini akan mencari perubahan yang radikal, emansipasi, dan potenasionalitas dengan menggunakan sebuah analisis yang ditekankan pada konflik struktural, cara – cara dominasi, kontradiksi, dan penghapusan hak. Paradigma ini akan menciptakan teori – teori akuntansi yang didasarkan atas metafora – metafora seperti alat dominasi, sistem skismatis, dan bencanan.
Peran akuntansi dalam analisis birokrasi yang klasik dari Weber sebagai salah satu cara dominasi, analisis ‘’iron low oligarchy’’ (oligarki hukum besi) dari Robert Michael, dan analisis organisasi dari Marxis akan muncul sebagai alat dominasi yang berkuasa untuk dipahami sebagai bagian yang penting dari sebuah proses diminasi yang lebih luas didalam masyarakat secara keseluruhan.
Para akuntansi strukturalis memiliki pandangan yang obbjektif atas alam sosial namun juga berfokus pada kecenderungan – kecenderungan terjadinya kontradiksi dan krisis yang ditimbulkan pada proses akuntansi. Tidak seperti humanis radikal yang menekankan pada fenomena superstruktural seperti ideologi dan kesadaran yang menyimpang, strukturalis radikal dalam akuntansi akan berfokus pada hubungan antara akuntansi dan ekonomi hubunngan politis dan dominasi.
Strukturalis Marxis seperti Althusser dan Nicos Poulantzas telah menekankan otonomi relatif dari struktur – struktur politis dan ideologis dari basis ekonomi yang mendasari sebagai suatu hubungan kemodel – model Marxis klasik yang terlalu deterministis. Sehubungan dengan akuntansi perusahaan, pendekatan ini akan berfokus kepada kebebasan relatif dari berbagai praktik, kebijakan, dan teori akuntansi dari kekuatan politis yang ekonomi yang nyata. Perkembanhgan akuntansi dapat dilihat sebagai sebuah proses sui generis, atau didefinisikan dari dalam.

FONDASI INTELEKTUAL DALAM AKUNTANSI
1.      Akuntansi berbasis ekonomi marginal
Ekonomi margina neoklasik telah memberikan pengaruh besar pada praktik,teori,dan penelitian akuntansi. Berbagai tema yang saat ini sedang terjadi adalah bukti yang baik dari pengaruh tersebut,
Komitmen akuntansi terhadap marginalisme dapat dengan baik ditunjukkan oleh dua penekanan, yaitu pada individualisme dan pada mempertahankan objektivitas dan independensi. Penekanan pertama mencakup baik pandangan atas kedaulatan dari masing-masing pemilik,yang mengabaikan pemisahan antara kepemilikan dan manajemen, ,maupun pandangan yang secara eksplisit mengakui pemisahan antara kepemilikan dan manajemen namun menganggap juga perusahaan sebagai pihak yang ‘’sah’’ memiliki hak untuk menguasai tingkat sumber daya tertentu.67 Penekanan yang kedua menepatkan akuntan pada posisi seorang sejarawan dan akuntansi pada posisi catatan yang tidak memihak dari pertukaran historis dengan objektivitas sebagai tujuan terpenting.
Kedua penekanan di atas meningkatkan pembatasan pada praktik dan pengajaran akuntansi. Seperti yang telah di perhatikan oleh anthony tinker dan rekan-rekannya, penekanan yang pertama menimbulkan pertanyaan tentang afiliasi golongan dari individu dan peran yang dimainkan oleh akuntan dalam konflik antargolongan, dan penekanan yang kedua mengarah pada penghindaran pertanyaan-pertanyaan subjektif tentang nilai dan mengonfirmasikan data akuntansi kepada harga pasar yang objektif.68 Motifasi di balik peran sebagai seorang sejarawan dijelaskan sebagai berikut:
Citra akuntan ini- yang sering kali dilihat sebagai ‘’sejarawan’’ yang tidak memihak dan   tidak berbahaya-tumbuh dari adanya keinginan untuk melepaskan tanggung jawab yang diemban oleh para akuntan untuk membentuk ekspektasi subjektif di mana, selanjutnya, ekspentasi tersebut akan memengaruhi keputusan-keputusan tentang alokasi sumber daya dan distribusi laba di antara dan didalam masing-masing golongan. Keterkaitan dengan fakta-fakta historis ini memberikan suatu lapisan tipis objektivitas semu yang memungkinkan akuntan untuk menyatakan bahwa mereka hanya sekedar mencatat- dan tidak ikut ambil bagian- dalam konflik-konflik sosial.69
Ekonomi marginal dan akuntansi konvesional yang didasarkan pada nilai dan laba ekonomi yang berhubungan, dikaitkan dengan nilai dari kemungkinan konsumsi di masa datang yang diperoleh dari taksiran nilai sekarang (present value) dari aliran arus kas mereka. Hal ini telah memberikan alasan yang menarik untuk menilai untuk menilai beberapa aktiva akuntansi berdasarkan konsep nilai sekarang dan untuk membandingkan proyek-proyek dengan melihat nilai sekarang yang mereka miliki. Namun Tinker telah menunjukkan bahwa dalam membandingkan proyek-proyek investasi modal alternatif, akuntansi berdasarkan ekonomi marginal tidak memberikan suatu solusi yang unik.70
Perbandingan tersebut akan tergantung pada pemilihan tingkat suku bunga. Proyek yang paling dibutuhkan bagi suatu masyarakat hanya dipastikan dengan menggunakan satu tingkat suku bunga tertentu, yang cocok bagi perusahaan yang menggunakan biaya modalnya sebagai tingkat bunga. Akan tetapi, dengan melihat berbedanya biaya modal untuk tiap-tiap perusahaan, maka perhitungannya pun akan tidak dapat ditentukan. Hal ini menjadi alasan untuk menguntungkan secara sosial jika dibandingkan dengan proyek yang lain. Namun solusi ini ditentang oleh apa yang dikenal sebagai kontroversi cambridge. Pada dasarnya, ditunjukkan bahwa penjelasan marginalis bersifat tautologis. Hal ini dirangkum sebagai berikut:
Kita mulai dengan menanyakan bagaimana tingkat laba ditentukan dan jawabannya akan mangacu kepada jumlah modal dan produk pendapatan marginalnya. Kita kemudian menanyakan bagaimana hal tersebut ditentukan dan jawabannya adalah dengan mengonsumsikan suatu pembagian dari laba di masa datang dan mendiskontokan pengembalian modal dengan tingkat suku bunga pasar. Semua yang telah dikemukakan di atas adalah bahwa tingkat suku bunga pasar merupakan fungsi suku bunga pasar (dan adanya asumsi distribusi laba).71
Begitu pula, D.J.Cooper menunjukan bahwa tingkat suku bunga pasar bergantung pada penawaran dan permintaan modal moneter, yang selanjutnya akan bergantung pada tingkat suku bunga pasar.72 singkatnya, ekonomi marginal ditampilkan sebagai tautologis atau tidak terderminasi.

2.      Akuntansi ekonomi politis
Akuntansi ekonomi politis dipicu oleh adanya keterbatasan dari ekonomi marginal dan keunggulan dari ekonomi politis. Seperti misalnya, tidak seperti marginalisme, ekonomi politis mengakui adanya dua dimensi modal: satu sebagai instrumen (fisik) dari produksi dan satu lagi sebagai hubungan manusia dengan manusia dalam sebuah organisasi sosial.73 Perbedaan bentuk masyarakat (feodal, perbudakan, kapitalis, dan seterusnya) terjadi dan ditandai oleh perbedaan institusi-institusi sosial (contohnya, hukum, negara, pendidikan, agama, undang-undang dan peraturan, administrasi politik pemerintah). Dalam masing-masing masyarakat di atas terdapat kelompok-kelompok yang saling bertentangan dengan kekuatan yang bermacam-macam dan berusaha untuk meraih dominasi, yang mungkin selanjutnya akan mengarah pada bentuk-bentuk eksploitasi,pengasingan,dan ketidakadilan. Oleh karena itu, tidak seperti situasi yang terjadi pada marginalisme, di sini akuntansi memainkan sebuah peranan idiologis dalam melegitimasi idiologi dari prinsip pengorganisasian dasar dan dalam membingungkan hubungan antara golongan-golongan di dalam masyarakat dan memperkuat kembali distribusi kekuatan yang tidak merata.74 Akuntansi sebagai suatu ideologi berada di dalam bidang akuntansi ekonomi politis.
sebagai contoh lain, penelitian yang didasarkan atas marginalisme dan menilai kegunaan dari laporan-laporan perusahaan bagi para pengguna hanya memiliki implikasi bagi nilai informasi pribadi dengan bias untuk para pemegang saham dan golongan manajer didalam masyarakat, dan oleh sebab itu juga tidak dapat membantu dalam merancang atau membuat alternatif pilihan laporan-laporan akuntansi yang ditunjukan untuk menginformasikan kesejahteraan sosial. Dampak dari laporan-laporan akuntansi perusahaan bagi kesejahteraan sosial juga termasuk di dalam bidang akuntansi ekonomi politis.
Apakah akuntansi ekonomi politis itu selain dugaan adanya perhatian yang ia miliki dalam ideologi dan kesejahteraan sosial? Ia merupakan suatu pendekatan akuntansi alternatif yang ditunjukan untuk melihat fungsi akuntansi di dalam lingkungan struktural dan institusional yang lebih luas  dimana ia beroperasi. Definisi yang baik dari akuntansi ekonomi politis ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Akuntansi ekonomi politis (AEP) adalah sebuah pendekatan normatif, deskriptif, dan kritis terhadap penelitian akuntansi.Ia memberikan kerangka kerja yang lebih luas dan lebih holistik dalam menganalisis dan memahami nilai dari laporan laporan akuntansi di dalam ekonomi secara keseluruhan. Pendekatan AEP mencoba untuk menjelaskan dan menerjemahkan peran dari laporan akuntansi dalam pendistribusian laba,kekayaan,dan kekuatan dalam masyarakat.Dalam pelaksanaannya,suatu pendekatan AEP akan menjadikan struktural institusional dari masyarakat sebagai model yang akan membantu melaksanakan peran tersebut dan memberikan suatu kerangka kerja untuk memeriksa seperangkat institusi, akuntansi, dan laporan akuntansi yang baru.75
D.J.Cooper dan M.J. Sherer bahkan menyajikan tiga karakteristik dari akuntansi ekonomi politis.
a)    AEP hendaknya mengakui kekuatan dan konflik yang terjadi dalam masyarakat dan maka dari itu hendaknya berfokus pada dampak-dampak dari laporan akuntansi pada pembedaan laba, kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat. Fitur ini secaara langsung bertentangan dengan konsep pluralis yang cendrung untuk memiliki pandangan bahwa masyarakat dikendalikan oleh kaum elite yang terdefinisi dengan jelas atau terdapat konflik sosial yang terus-menerus antara golongan-golongan yang pada dasarnya antagonistis.77
b)   AEP hendaknya mengakui lngkungan historis dan institusional yang spesifik dari masyarakat di mana ia beroperasi, yaitu bahwa (a) ekonomi didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar, (b) ketidaksetaraan (disequilibrium) merupakan suatu fitur permanen dari ekonomi, dan (c) negara mengendalikan tingkat pembelanjaan, dalam melindungi kepentingan-kepentingan komersial dari perusahaan-perusahaan besar, dalam menjaga keharmonisan sosial legitimasinya sendiri, dan pada saat yang bersamaan ikut campur tangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan akuntansi.
c)    AEP hendaknya menerapkan pandangan yang lebih emansipatif akan motivasi manusia dan peranan dari akuntansi. Akuntansi hendaknya diakui sebagai pelaku (agen) yang memengaruhi dan menjadi pnyebab dari baik motivasi maupun pengasingan dalam pekerjaan dan pencarian kepentingan diri sendiri serta memainkan fungsi yang aktif secara sosial daripada fungsi pasif.78 Misalnya:
Dalam cara yang sama seperti profesi medis memiliki perhatian yang logis berkaiatan dengan peumahan, kondisi sosial dan kesehatan umum dari masyarakat, begitu pula profesi akuntansi memiliki perhatian yang logis berkaitan dengan lingkungan secara langsung (misalnya, sektor perdagangan dan keuangan dari ekonomi). Usaha-usaha untuk mengatasi permasalahan-permasalahan teknik tanpa mempertimbangkan lingkungan ini dapat mengahsilkan pemecahan yang tidak sempurna dan tidak lengkap di karenakan adanya penerimaan dari institusi-institusi dan praktik yang ada saat ini.

3.      Akuntansi berbasis disiplin ilmu bisnis
Untuk meningkatkan posisi dan penghormatan terhadap akuntansi, berbagai usulan telah di buat baik untuk akuntansi maupun berbagai disiplin ilmu bisnis. Usaha tersebut umumnya diarahkan kepada pengadaptasian akuntansi untuk mengubah lingkungan sosial dan ekonomi. Beberapa usulan ini meliputi.80
  1. suatu keterkaitan dengan matematika
  2. suatu fokus teri keputusan
  3. suatu refrensi terhadap elemen – elemen dari teori pengukiuran formal
  4. suatu penekanan pada setting pasar modal, yang paralel dengan keuangan modern
  5. suatu peranan bagi pendekatan ekonomi informasi
  6. suatu perhatian bagi implikasi dari model – model pilihan probalistik, yang menerapkan psikologi  matematis, bagi pilihan dan pengguanaa teori informasi akunatansi
  7. suatu pondasi yang berdasarkan atas teori postif dari akuntansi
  8. suatu teori akuntansi yang berdasarkan atas teori kontrak
  9. suatu pendekatan multidimensional yang akan meinjam akan bergantung pada sumbangan – sumbangan pada bidang bisnis yang sudah terkenal seperti:
rasionalitas yang terbatas, relatifismelingustik, ekonomi tenaga kerja ganda, teorema ketidak relevanan dividen, teori organisional dari perusahaan, ekspektasi rasional, audit statistikal

KESIMPULAN
Bab ini membahas perbedaan – perbedaan perspektif dar para peneliti akuntansi, metodologi akuntansi, ilmu akuntasi, peneliyian akuntansi, dan pondasi intelektual dari akuntansi. apa yang tampak jelas dari isi baba ini adalah bahwa akuntansi merupakan suatu ilmu sosial yang lengkap.

Sumber: Accounting Theory ,teori akuntansi Buku 2 jilid 5, Ahmed Riahadi-Belkaoui,Salemba 4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar